Manusia Sebagai Makluk Berbudaya
Latar Belakang
Pada dasarnya manusia tidak luput dari apa
yang namanya budaya dan kebudayaan. Manusia yang terlahir dari rahim manusia
sudah memilikin budaya dan tata kebudayaan dalam masanya. Budaya dalam manusia
itu sangat lekat, ibarat madu dan sarangnya. Mengapa saya dapat mengatakan
seperti itu? Dikarenakan manusia diajarkan berbudaya sejak kecil oleh orang
tuanya masing-masing hingga dewasa dan kemudian sebaliknya.
Perilaku
manusia berbudaya adalah perilaku yang dijalankan sesuai dengan moral,
norma-norma yang berlaku dimasyarakat, sesuai dengan perintah di setiap agama
yang diyakini, Dan sesuai dengan hukum Negara yang berlaku. Dalam berperilaku,
manusia yang berbudaya tidak menjalankan sikap-sikap atau tindakan yang
menyinpang dari peraturan-peraturan baik berupa norma- norma yang ada di
masyarakat maupun hokum yang berlaku.
Karena itu jadilah manusia yang berbudaya. Dengan
menjadi manusia yang berbudaya maka masyarakat akan memiliki sikap yang berakal
budi, bermoral, sopan dan santun dalam menjalani kehidupan diri sendiri ataupun
berbangsa dan bernegara. Sikap Dan sifat manusia yang berbudaya itu juga yang
akan menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang besar yang memiliki jati diri
sendiri sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat.
Teori
a)
Manusia
Manusia atau orang
dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis,
rohani,
dan istilah kebudayaan,
atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens
(Bahasa Latin
yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata
dari golongan mamalia
yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep
jiwa yang bervariasi di
mana, dalam agama,
dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup;
dalam mitos,
mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi
kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya,
organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan
teknologinya,
dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga
untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis
kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru
lahir entah laki-laki
atau perempuan.
Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan
dikenal sebagai putri
dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak,
remaja,
akil balik, pemuda/i, dewasa, dan
(orang) tua.
Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya,
berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi
badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga
negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga
dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman;
musuh) dan lain sebagainya.
2) Budaya
Budaya atau kebudayaan
berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi.
Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,
adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian,
bangunan,
dan karya seni
Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara
genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan
sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika
berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit
nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan
atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil
bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme
kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan
"kepatuhan kolektif" di Cina.
Pengertian kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat
itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang
akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Isi dari
Manusia Berbudaya
a) Masyarakat
Meskipun banyak
spesies berprinsip sosial,
membentuk kelompok berdasarkan ikatan / pertalian genetik, perlindungan-diri,
atau membagi pengumpulan makanan dan penyalurannya, manusia dibedakan dengan
rupa-rupa dan kemajemukan dari adat kebiasaan yang mereka
bentuk entah untuk kelangsungan hidup individu atau kelompok dan untuk
pengabadian dan perkembangan teknologi, pengetahuan, serta kepercayaan.
Identitas kelompok, penerimaan dan dukungan dapat mendesak pengaruh kuat pada
tingkah laku individu, tetapi manusia juga unik dalam kemampuannya untuk
membentuk dan beradaptasi ke kelompok baru.
b) Bahasa
Kecakapan berpidato adalah
sebuah unsur pendefinisian umat manusia, mungkin mendahului pemisahan populasi
modern filogenetik
(lihat Asal usul bahasa). Bahasa
adalah pusat dari komunikasi antar manusia. Kata Yahudi
untuk "binatang" (behemah)
berarti "bisu", menggambarkan manusia sebagai "binatang
berbicara" (kepandaian bercakap
hewani). Bahasa adalah pusat dari sentuhan identitas ‘khas’ berbagai kebudayaan
atau kesukuan dan sering
diceritakan mempunyai status atau kekuatan supernatural (lihat Sihir / Gaib, Mantra, Vac). Penemuan sistem
penulisan sekitar 5000 tahun lalu, yang memungkinkan pengabadian
ucapan, merupakan langkah utama dalam evolusi kebudayaan. Ilmu pengetahuan Linguistik
(ilmu bahasa)
menjelaskan susunan bahasa, dan keterkaitan antara bahasa-bahasa berbeda.
Diperkirakan ada 6000 bahasa yang diucapkan manusia saat ini. Manusia yang
kekurangan kemampuan berkomunikasi melalui ucapan, umumnya bercakap-cakap
menggunakan Bahasa Isyarat.
c) Agama
Dalam setiap
kebudayaan manusia, kerohanian dan ritual mendapat
ekspresi dalam bentuk tertentu. Elemen-elemen ini dapat menggabungkan secara
penting pengalaman pribadi dengan pengalaman penyatuan dan komunal, seringkali
membangkitkan emosi yang sangat kuat dan bahkan luapan kegembiraan.
Kekuatan pengikat yang kuat dari pengalaman tertentu dapat kadang-kadang
menimbulkan kefanatikan
atau agresi kepada manusia lain yang tidak termasuk dalam kelompok agamanya,
berakibat perpecahan atau bahkan perang. Teokrasi
adalah masyarakat yang dibentuk secara dominan oleh agama, diperintah oleh
pemimpin suci atau oleh seorang pemuka agama. Agama dapat
pula berperilaku sebagai alat penyaluran dan pengaruh dari norma budaya dunia
dan tingkah laku yang wajar dilakukan manusia.
d) Keluarga dan teman sepergaulan
Individu
manusia dibiasakan untuk bertumbuh menjadi seorang pelengkap yang berjiwa kuat
ke dalam suatu kelompok kecil, umumnya termasuk keluarga biologis terdekatnya, ibu, ayah dan saudara kandung.
Sebagai seorang
pelengkap berjiwa kuat yang serupa dapat dikelirukan dengan suatu kelompok
kecil yang sama, yaitu teman sepergaulan sebaya sang individu, umumnya
berukuran antara sepuluh hingga dua puluh individu, kemungkinan berkaitan
dengan ukuran optimal untuk gerombolan pemburu.
Dinamika kelompok dan tekanan dari teman dapat
memengaruhi tingkah laku anggotanya.
Seorang
individu akan mengembangkan perasaan kesetiaan yang kuat kepada
kelompok tertentu. Kelakuan manusia yang wajar termasuk seringnya hubungan
sosial, dinyatakan dalam obrolan / percakapan, dansa, menyanyi atau cerita
(dikenal dengan curhat).
Kebudayaan
dan peradaban
Sebuah peradaban
adalah sebuah masyarakat yang telah mencapai tingkat kerumitan tertentu,
umumnya termasuk perkotaan
dan pemerintahan
berlembaga, agama,
iptek,
sastra
serta filsafat.
Perkotaan paling awal di dunia ditemukan di dekat rute perdagangan
penting kira-kira 10.000 tahun lalu (Yeriko, Çatalhöyük). Kebudayaan
manusia dan ekspresi seni mendahului peradaban dan dapat dilacak sampai ke palaeolithik (lukisan goa, arca Venus, tembikar
/ pecah belah dari tanah). Kemajuan pertanian
memungkinkan transisi dari masyarakat pemburu dan pengumpul atau
nomadik menjadi
perkampungan menetap sejak Milenium ke-9 SM.
Penjinakan hewan menjadi bagian penting dari kebudayaan manusia (anjing, domba, kambing,
lembu).
Dalam masa sejarah ilmu
pengetahuan
dan teknologi
telah berkembang bahkan lebih pesat (lihat Sejarah iptek).
Cara
pandang terhadap kebudayaan
a)
Kebudayaan sebagai peradaban
Saat ini,
kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan
awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya
ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang
dijajahnya.
Mereka
menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari
"alam".
Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat
diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan
lainnya.
Sebagai contoh,
jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang
"berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional
dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul
anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang
menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada
kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan
menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini,
seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang
"berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak
berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain."
Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam,"
dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan
tingkat tinggi (high
culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature)
Sejak abad
ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara
berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan
dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi
pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang
mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia.
Dalam hal ini, musik
tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap
mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran
dan kemerosotan.
Saat ini
kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan
alam dan konsep monadik yang pernah
berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap
"tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama -
masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial
membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau
aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
b)
Kebudayaan sebagai
"sudut pandang umum"
Selama Era Romantis,
para cendekiawan di Jerman,
khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme
- seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan
perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran
Austria-Hongaria - mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam
"sudut pandang umum".
Pemikiran ini
menganggap suatu budaya dengan
budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya
tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya
pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak
berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad
ke-19, para ahli
antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi,
mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan
dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun
50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang
sedikit berbeda dari kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian
oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan -
perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi
atau tempat bekerja.
c)
Kebudayaan sebagai mekanisme
stabilisasi
Teori-teori
yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat
dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu
masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
Kebudayaan
di antara masyarakat
Sebuah
kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan
(atau biasa disebut sub-kultur),
yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan
kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh
beberapa hal, di antaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas,
kelas,
aesthetik,
agama,
pekerjaan,
pandangan politik
dan gender,
Ada beberapa
cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan
yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung
pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas,
seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan
keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
- Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
- Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
- Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
- Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
Studi
Kasus
Para Pesohor Dunia Berbalut Batik
VIVAnews - Popularitas batik kian mendunia. Tak hanya muncul di
sejumlah pagelaran busana bertaraf internasional, karya seni klasik khas
nusantara itu juga menjadi pilihan busana sejumlah pesohor dunia. Ada Dries Van
Noten yang menunjukkan hasratnya terhadap batik parang. Perancang asal Belgia
ini terpancing mengawinkan pesona batik dengan detail modern, dalam serangkaian
koleksi Spring/Summer 2010.Nicole Miller pun tak kuasa melawan pesona batik.
Lewat serangkaian koleksi resort 'Bali' 2009, desainer asal Australia yang
sohor di Amerika ini menunjukkan hasratnya terhadap batik pesisir dan mega
mendung khas Cirebon. Mega mendung menunjukkan daya pikatnya. Lewat serangkaian
koleksi spring summer 2012 Julien Macdonald, batik dengan corak menyerupai awan
berarak-arak di langit itu juga menjadi bagian dalam pagelaran mode dunia,
London Fashion Week 2011.
Terangkatnya batik ke kancah internasional semakin kukuh saat menyaksikan penampilan sejumlah selebritas berbalut batik. Mereka yang tertangkap kamera antara lain, Jessica Alba, Reese Witherspoon, Rachel Bilson, Lenka, dan Drew Barrymore.Nelson Mandela, tokoh anti-apartheid yang sangat dihormati bangsa Afrika Selatan, bahkan telah menjadikan batik sebagai kostum utamanya. Di berbagai forum dunia, ia selalu mengenakan batik, yang kebanyakan dari Indonesia. Meski UNESCO telah menetapkannya sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia, batik rupanya tak hanya berkembang di Indonesia. Selain di Afrika yang populer dengan sebutan ‘Madiba's Shirt’ alias pakaian Mandela, batik juga muncul di Malaysia, Jepang, China, India, Jerman, dan Belanda.
Terangkatnya batik ke kancah internasional semakin kukuh saat menyaksikan penampilan sejumlah selebritas berbalut batik. Mereka yang tertangkap kamera antara lain, Jessica Alba, Reese Witherspoon, Rachel Bilson, Lenka, dan Drew Barrymore.Nelson Mandela, tokoh anti-apartheid yang sangat dihormati bangsa Afrika Selatan, bahkan telah menjadikan batik sebagai kostum utamanya. Di berbagai forum dunia, ia selalu mengenakan batik, yang kebanyakan dari Indonesia. Meski UNESCO telah menetapkannya sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia, batik rupanya tak hanya berkembang di Indonesia. Selain di Afrika yang populer dengan sebutan ‘Madiba's Shirt’ alias pakaian Mandela, batik juga muncul di Malaysia, Jepang, China, India, Jerman, dan Belanda.
Kebudayaan harus
dijaga dengan sebaik mungkin agar menjadi daya jual yang tinggi.
Kesimpulan
dan Saran
Semua yang
terjadi di dunia ini tidak luput dari apa yang namanya kebudayaan. Kebudayaan yang
yang baik adalah kebudayaan yang dibangun dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Saran
saya sebagai penulis adalah kita harus bisa menjaga tradisi dan kebudayaan yang
baik sejak masa kanak-kanak.
Sumber: 1) http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia
2) http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
3) www.google.com
4) http://kosmo.vivanews.com/news/read/307965-pesohor-dunia-berbalut-batik
5) www.yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar